Beranda | Artikel
Hadits-Hadits Lemah Dan Palsu Seputar Ilmu Syari
Senin, 28 Januari 2019

HADITS-HADITS LEMAH DAN PALSU SEPUTAR ILMU SYAR’I

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Banyak sekali  hadits-hadits lemah dan palsu yang tersebar di kalangan kaum Muslimin. Ironisnya banyak dari kalangan para ustadz maupun kyainya menyampaikan hadits-hadits yang lemah dan palsu tersebut kepada kaum Muslimin tanpa menjelaskan kelemahan dan kepalsuannya. Padahal telah ada ancaman dari Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam bagi siapa saja yang membawakan hadits-hadits lemah dan palsu. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.

Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di Neraka[1]

Di antara hadits lemah dan palsu seputar ilmu yang tersebar di masyarakat adalah sebagai berikut:

عُلَمَاءُ أُمَّتِيْ كَأَنْبِيَاءِ بَنِى إِسْرَئِيْلَ.

Ulama-ulama ummatku seperti Nabi-Nabi dari Bani Isra-il.”

1. HADITS INI TIDAK ADA ASALNYA

Hadits ini sama sekali tidak ada asalnya dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan ijma para ulama sebagaimana diterangkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitabnya Silsilah al-Ahaadiits  adh-Dha’iifah (no. 466).

اِخْتِلاَفُ أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ.

Perselisihan ummatku adalah rahmat.”

2. HADITS INI TIDAK ADA ASALNYA

Imam as-Subki berkata, “Tidak ma’ruf (tidak dikenal) di sisi ahli hadits. Dan aku tidak mendapatkan sanadnya, baik yang shahih, dha’if, maupun maudhu (palsu).” Dinukil oleh Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadiir Syarah Jaami’ish Shaghir (I/212) dan Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits  adh-Dha’iifah (no. 57) menjelaskan tentang pengaruh jelek dari hadits ini dengan menukil perkataan Ibnu Hazm dalam al-Ihkam fii Ushuulil Ahkaam.

Di antara pengaruh jelek dari hadits ini adalah setiap ada permasalahan ‘aqidah atau perbuatan bid’ah atau ada khilaf di antara ulama, maka mereka tidak mengembalikan permasalahan tersebut kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih, bahkan mereka tetap berpegang teguh kepada bid’ah dan pendapat yang salah yang jelas-jelas bertentangan dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih. Allaahul Musta’aan.

اُطْلُبُوا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ.

Tuntutlah ilmu meskipun sampai ke negeri Cina.”

3. HADITS INI MAUDHU’ (PALSU)

Di dalam sanadnya ada seorang perawi yang bernama Abu Atikah. Imam Ibnul Jauzi berkata dalam kitabnya al-Maudhu’aat (I/216), “Hadits  ini tidak sah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam…adapun Abu Atikah, Imam al-Bukhari (wafat th. 256 H) berkata tentangnya, ‘Munkarul hadits.’ Dan telah berkata Ibnu Hibban, ‘Hadits ini bathil tidak ada asalnya.’” Syaikh al-Albani mengatakan hadits ini bathil di dalam kitabnya Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (no. 416).

أَنَا دَارُ الْحِكْمَةِ وَ عَلِيٌّ بَابُهَا.

Aku adalah kota ilmu sedangkan ‘Ali pintunya.”

4. HADITS INI MAUDHU’ (PALSU)

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3723), dari hadits ‘Ali. Dia berkata, “Hadits ini munkar.”

Dalam riwayat lain dikatakan,

أَنَا مَدِيْنَةُ الْعِلْمِ وَعَلِيٌّ بَابُهَا، فَمَنْ أَرَادَ الْعِلْمَ فَلْيَأْتِ الْبَابَ.

Aku adalah kota ilmu sedangkan ‘Ali pintunya. Maka barangsiapa menginginkan ilmu, hendaklah ia mendatangi pintunya.”

Seluruh riwayat di atas adalah palsu sebagaimana telah dijelaskan oleh para imam ahli hadits seperti Imam Ibnul Jauzi dalam kitabnya al-Maudhu’aat (III/349-355).

مَنْ أَرَادَ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللهُ عِلْمًا بِغَيْرِ تَعَلُّمٍ وَهُدًى بِغَيْرِ هِدَايَةٍ فَلْيَزْهَدْ فِى الدُّنْيَا.

Barangsiapa yang ingin diberikan ilmu oleh Allah tanpa belajar dan ingin mendapat petunjuk tanpa hidayah, maka hendaklah ia zuhud terhadap dunia.”

5. HADITS INI TIDAK ADA ASALNYA

Demikianlah ditegaskan oleh Imam ‘Ali al-Qari (wafat th. 1014 H) dalam kitabnya al-Mashnu’ fii Ma’rifatil Hadiits al-Maudhuu’ (no. 318).

اُطْلُبُوا الْعِلْمَ كُلَّ اثْنَيْنٍِ وَخَمِيْسٍ فَإِنَّهُ مُيَسَّرٌ لِمَنْ طَلَبَ، وَإِذَا أَرَادَ أَحَدُكُمْ حَاجَةً فَلْيُبَكِّرْ إِلَيْهَا فَإِنِّيْ سَأَلْتُ رَبِّيْ أَنْ يُبَارِكَ ِلأُمَّتِيْ فِيْ بُكُوْرِهَا.

Tuntutlah ilmu setiap hari Senin dan hari Kamis karena akan dimudahkan bagi orang yang menuntutnya. Dan apabila seseorang dari kalian menghendaki suatu keperluan, maka berpagi-pagilah mencarinya karena sesungguhnya aku memohon kepada Rabb-ku agar memberikan keberkahan kepada ummatku di pagi harinya.”

6. HADITS INI MAUDHU’ (PALSU)

Syaikh al-Albani mengatakan, “Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu ‘Adi dalam al-Kamil (I/364, IV/1-2), dari jalan Muhammad bin Ayyub bin Suwaid. Ia (Muhammad bin Ayyub bin Suwaid)  dilemahkan oleh ad-Daraquthni. Ibnu Hibban berkata, ‘Tidak halal meriwayatkan darinya.’ Abu Zur’ah berkata, ‘Aku telah melihat ia memasukkan hadits-hadits yang palsu ke dalam kitab bapaknya.’ Disebutkan oleh adz-Dzahabi dalam al-Miizaan (III/487, no. 7260).” Syaikh al-Albani berkata, “Sanad hadits ini sangat lemah. Ayyub bin Suwaid ar-Ramli perawi yang jujur, namun sering salah sebagaimana disebutkan dalam at-Taqriib.” (Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah no. 2491).

إِذَا جَاءَ الْمَوْتُ فِي طَالِبِ الْعِلْمِ وَهُوَ عَلَى هَذِهِ الْحَالِ مَاتَ وَهُوَ شَهِيْدٌ.

Apabila kematian datang menjemput penuntut ilmu dan ia dalam keadaanya itu (menuntut ilmu), maka ia mati sebagai syuhada.”

7. HADITS INI (DHA’IF JIDDAN) SANGAT LEMAH

Syaikh al-Albani mengatakan, “Diriwayatkan oleh Imam al-Bazzar (no. 138) dan al-Khatib (wafat th. 429 H) dalam Taariikhnya (IX/247) dari jalan Hilal bin ‘Abdirrahman al-Hanafi, dari ‘Atha’ bin Abi Maimunah… Imam al-Haitsami berkata, ‘Hilal seorang perawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya).’ Dengan sanad ini dari keduanya -dan hanya sampai pada kedua- (diriwayatkan hadits palsu yang berbunyi),

كِتَابٌ مِنَ الْعِلْمِ يَتَعَلَّمُهُ الرَّجُلُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَلْفِ رَكْعَةٍ.

Satu kitab ilmu yang dipelajari seseorang lebih aku cintai dari pada (shalat) seribu rakaat.’

Al-Khatib menambahkan,

وَبَابٌ مِنَ الْعِلْمِ نَعْمَلُ بِهِ أَوْ لاَ نَعْمَلُ بِهِ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْ مِائَةِ رَكْعَةٍ تَطَوُّعًا.

Dan satu bab dari ilmu yang kami amalkan dan yang tidak kami amalkan lebih kami cintai daripada shalat sunnah sebanyak seratus raka’at.’”

Syaikh al-Albani melanjutkan, “Hadits ini bathil, yang sangat jelas kebathilannya.” (Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah V/146-147, no. 2126).

مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ.

Barangsiapa yang keluar menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.”

8. HADITS INI DHA’IF (LEMAH)

Syaikh al-Albani mengatakan, “Hadits ini sangat lemah.” Demikianlah yang beliau katakan dalam kitabnya Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (no. 2037).

Keterangan: Hadits di atas adalah lemah sehingga kita tidak boleh memakainya, akan tetapi ada hadits lain yang menyebutkan bahwa orang yang belajar dan mengajarkan ilmu syar’i termasuk fii sabilillaah. Ada juga hadits dan atsar dari Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu yang menjelaskan bahwa orang yang mengatakan me-nuntut ilmu itu bukan termasuk jihad, maka akal orang itu tidak waras.

(Lihat dalam kitab al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu, karya Imam Ibnul Qayyim, hal. 145-146).

طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ عِنْدَ اللهِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالصِّيَامِ وَالْحَجِّ  وَالْجِهَادِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Menuntut ilmu lebih utama di sisi Allah daripada shalat, puasa, haji, dan jihad di jalan Allah Azza wa Jalla.”

9. HADITS MAUDHU’ (PALSU)

Syaikh al-Albani mengatakan, “Maudhu’ (palsu). Dikeluarkan oleh Imam ad-Dailami (II/268), dari jalan Muhammad bin Tamim as-Sa’di. Cacatnya ada pada as-Sa’di. Imam Ibnu Hibban dan yang lainnya mengatakan, ‘Dia suka memalsukan hadits.’ Al-Hakim berkata, ‘Pendusta, orang yang jelek.’ As-Suyuthi berkata dalam Dzail Maudhu’aat, ‘Muhammad bin Tamim tukang memalsukan hadits.’” Dinukil dari kitab Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (no. 3827).

طَلَبُ الْعِلْمِ سَاعَةً خَيْرٌ عِنْدَ اللهِ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةٍ، وَطَلَبُ الْعِلْمِ يَوْمًا خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَشْهُرٍ.

Menuntut ilmu selama satu jam lebih baik daripada shalat malam dan menuntut ilmu selama satu hari lebih baik daripada puasa selama tiga bulan.”

10. HADITS INI MAUDHU’ (PALSU)

Syaikh al-Albani berkata, “Dikeluarkan oleh Imam ad-Dailami (II/268), dari Nasyhal bin Sa’id at-Tirmidzi.” Syaikh al-Albani berkata: “Hadits ini palsu. Penyakitnya ada pada Nasyhal. Imam as-Suyuthi berkata dalam Dzail Maudhu’aat, ‘Nasyhal seorang pendusta.’” Dinukil dari Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (no. 3828).

تَعَلَّمُوا مِنَ الْعِلْمِ مَا شِئْتُمْ ، فَوَاللهِ لاَ تُؤْجَرُوا بِجَمْعِ الْعِلْمِ حَتَّى تَعْمَلُوْا بِهِ.

Pelajarilah ilmu sekehendak kalian. Demi Allah, kalian tidak akan diberikan ganjaran karena mengumpulkan ilmu hingga kalian mengamalkannya.”

11. HADITS INI DHA’IF JIDDAN (SANGAT LEMAH)

Di dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama Muhammad bin al-Fadhl. Syaikh al-Albani mengatakan, “Sanad hadits ini sangat lemah. Muhammad bin al-Fadhl bin ‘Athiyyah dikatakan oleh al-Hafizh, ‘Mereka (ulama ahli hadits) mendustakannya.’” Dinukil dari Silsilah al-Ahaadiits  adh-Dha’iifah (no. 3407).

أَدَّبَنِي رَبِّيْ فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِيْ.

Rabb-ku telah mendidikku dengan pendidikan yang terbaik kepadaku.”

12. HADITS INI DHA’IF (LEMAH)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata, “Maknanya shahih, akan tetapi tidak diketahui adanya sanad yang sah tentang hadits ini.”[2]

Perkataan ini as-Sakhawi dalam al-Maqaashidul Hasanah (no. 45) dan al-Ajluni dalam Kasyful Khafa’ wa Muzilul Ilbaas (I/70).

Hadits ini dilemahkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (no. 72).

مَثَلُ الَّذِي يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ فِيْ صِغَرِهِ كَالْنَقْشِ عَلَى الْحَجَرِ وَمَثَلُ الَّذِي يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ فِيْ كِبَرِهِ كَالَّذِي يَكْتُبُ عَلَى الْمَاءِ.

Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu. Dan perumpamaan orang yang mempelajari ilmu di masa tuanya bagaikan orang yang mengukir di atas air.”

13. HADITS INI MAUDHU’ (PALSU)

Imam al-Haitsami berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir. Di dalam sanadnya ada Marwan bin Salim asy-Syaami, dan ia dilemahkan oleh al-Bukhari, Muslim, dan Abu Hatim.”[3]

Imam al-Bukhari, Muslim, dan Abu Hatim menga-takan bahwa Marwan bin Salim al-Jazari adalah ‘Mun-karul Hadits’. Abu ‘Arubah al-Harrani dalam as-Saaji berkata, “Ia suka memalsukan hadits.”[4]

Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata, “Hadits ini maudhu’ (palsu).” Lihat Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (no. 618).

Demikianlah sebagian hadits-hadits lemah dan palsu seputar menuntut ilmu yang dapat penulis bawakan. Maka setiap Muslim harus mengetahui bahwa hadits-hadits yang lemah dan palsu tidak dapat dijadikan sandaran dalam agama Islam ini, baik dalam masalah ‘aqidah, ibadah, maupun fadha-ilul a’mal (keutaman-keutamaan amal).

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
_______
Footnote
[1] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 110), Muslim (no. 3), dan selain keduanya, dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[2] Ahaadiitsul Qushshash (no. 78).
[3] Majma’uz Zawaa-id (I/125).
[4] Mizaanul I’tidaal (IV/90).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/10977-hadits-hadits-lemah-dan-palsu-seputar-ilmu-syari.html